Siapa Pembawa Islam ke Pulau Jawa? Menelusuri Jejak dari Samudra, Padang Pasir, hingga Gunung-Gunung Jawa

Siapa Pembawa Islam ke Pulau Jawa? Menelusuri Jejak dari Samudra, Padang Pasir, hingga Gunung-Gunung Jawa

Oleh: Tim bogorkotaku.com

Pada abad ke-13 hingga ke-16, sebuah gelombang perubahan besar mengalir ke bumi Nusantara. Bukan dengan senjata, melainkan dengan dakwah, perdagangan, dan keteladanan. Islam hadir ke tanah Jawa bukan sebagai penjajah, melainkan sebagai cahaya yang meresap perlahan ke dalam kebudayaan lokal. Namun, siapa sebenarnya yang pertama kali membawa Islam ke Pulau Jawa?

Jalur Dakwah: Dari Arab ke Gujarat, dari Gujarat ke Nusantara

Para sejarawan sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara lewat dua jalur utama: jalur perdagangan dan jalur dakwah ulama perantauan. Jalur laut menghubungkan negeri-negeri Islam seperti Mekkah, Hadramaut (Yaman), Gujarat (India), dan Malaka dengan pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra, Jawa, hingga Maluku.

Peta Jalur Islamisasi ke Asia Tenggara

Ulama Hadramaut (Yaman) banyak disebut dalam silsilah para wali dan tokoh awal penyebar Islam di Jawa. Mereka menggunakan pendekatan budaya dan bahasa lokal, serta menikah dengan penduduk setempat. Hal ini menyebabkan Islam menyatu dengan adat, bukan menggantikannya secara frontal.

Teori Gujarat: Didukung Sumber Asing

Salah satu teori kuat menyebut bahwa Islam ke Jawa dibawa oleh para pedagang Muslim dari Gujarat, India Barat. Pandangan ini diperkuat oleh sejarawan Belanda, Prof. Dr. Schrieke, dan juga Snouck Hurgronje. Bahkan Tomé Pires, seorang pelancong Portugis abad ke-16 dalam karyanya Suma Oriental (1512–1515) menyebutkan bahwa:

“The religion of Mahomet spread more quickly from Gujarat than from any Arab place…”

Artinya, Islam menyebar lebih cepat dari Gujarat daripada langsung dari Arab. Hal ini masuk akal karena Gujarat telah lebih dulu menjadi pusat perdagangan dan dakwah Islam.

Peran Ulama dan Wali Songo

Di tanah Jawa, Wali Songo menjadi ikon terbesar dalam sejarah Islamisasi. Mereka bukan sembarang dai. Mereka adalah guru, arsitek budaya, sekaligus pemimpin sosial. Masing-masing memiliki gaya dakwah yang unik.

Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai tokoh awal yang datang ke Gresik sekitar akhir abad ke-14. Beliau dikenal sebagai ulama dari Samarkand atau Gujarat. Beliau adalah pelopor dakwah damai dan pendidikan Islam di pesisir utara Jawa Timur.

Sementara Sunan Ampel, putra Ibrahim Asmaraqandi, membangun pesantren pertama di Ampel Denta (Surabaya) dan mendidik para ulama muda yang kelak menjadi bagian dari Wali Songo, seperti Sunan Giri dan Sunan Bonang.

Sumber-Sumber Kuno yang Mendukung

  • Ma Huan (penulis Tiongkok abad ke-15) dalam Yingyai Shenglan, mencatat bahwa masyarakat Jawa pada 1433 telah memiliki komunitas Muslim, meskipun jumlahnya belum banyak.
  • Ibn Battuta, penjelajah dari Maroko, juga menyebut bahwa jalur pelayaran dari India ke Nusantara telah ramai oleh pedagang Muslim sejak abad ke-14.
  • Nagarakretagama (1365), kitab klasik Majapahit, tidak menyebut Islam secara eksplisit, namun menyiratkan adanya kelompok asing yang tinggal di pelabuhan yang kemungkinan besar Muslim.

Islamisasi yang Lembut, Bukan Penaklukan

Islam masuk ke Jawa dengan metode damai. Para ulama menggunakan seni, wayang, tembang, dan filsafat untuk memperkenalkan tauhid. Sunan Kalijaga, misalnya, menggunakan seni ukir dan wayang untuk menanamkan ajaran Islam tanpa menimbulkan penolakan budaya.

Pesantren, langgar, dan sistem pendidikan Islam tumbuh subur di masa ini, yang kemudian menghasilkan generasi intelektual Islam Jawa yang kuat hingga hari ini.

Penutup: Islam Datang Sebagai Pelita

Jadi, siapakah pembawa Islam ke Jawa? Jawabannya bukan satu nama, melainkan serangkaian tokoh, pedagang, dan ulama dari berbagai negeri: Gujarat, Arab, Yaman, dan lokal Jawa sendiri.

Yang jelas, mereka datang bukan sebagai penjajah, tetapi sebagai pelita. Islam tidak mengganti budaya Jawa, tetapi menyatu dan mengangkatnya. Inilah warisan yang kini menjadi kekuatan bangsa Indonesia: keberagaman yang bersatu dalam cahaya Islam yang damai.

“Sungguh, kami telah melihat jejak mereka di samudra dan di gunung-gunung, dan kami masih merasakan cahaya itu hingga hari ini.”


Referensi:

    • Tomé Pires, Suma Oriental, 1512
Roni Rustanto

Roni Rustanto, CPB

Agen Properti Independen, Penulis & Editor di BogorKotaku.com

Tentang Penulis

Saya percaya bahwa setiap tempat punya cerita, dan setiap cerita pantas untuk diabadikan. Melalui BogorKotaku.com, saya merangkai kisah-kisah dari Bogor dan sekitarnya: tentang gaya hidup, sejarah, tokoh lokal, kopi, hingga seni dan budaya.

Tujuan saya sederhana: menyampaikan cerita yang jujur, membumi, dan bisa membangun kedekatan dengan pembaca.

Selain menulis, saya juga agen properti yang aktif membantu keluarga menemukan tempat tinggal terbaik — karena rumah bukan cuma soal lokasi, tapi juga soal harapan dan ketenangan jiwa.

Yuk, kita bertukar insfirasi di @ronirustantorealtor

  • Ma Huan, Yingyai Shenglan, 1433
  • Ibn Battuta, The Rihla
  • Prof. Dr. Schrieke, Indonesian Sociological Studies
  • Snouck Hurgronje, De Atjehers
  • Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara

Artikel sejarah ini disusun oleh tim bogorkotaku.com dalam rangka menghidupkan kembali semangat literasi sejarah di era digital.

Related Post "Siapa Pembawa Islam ke Pulau Jawa? Menelusuri Jejak dari Samudra, Padang Pasir, hingga Gunung-Gunung Jawa"
Alesha Village Rumah Pertamuku yang Halal dan Penuh Berkah